Upacara
Ngalungsur
Ngalungsur
atau tutun zimat atau pajang jimat. Upacara tradisional yang dilakukan antara
tanggal 12-14 maulid ini pada intinya dimaksudkan sebagai ungkapan penghormatan
dari masyarakat terhadap sunan godog. Karena jasanya dalam menyebarkan agama
islam di daerah garut. Ungkapan rasa hormat tersebut direalisasikan dengan cara
Ngamumule yang artinya menjaga dan merawat benda-benda pusaka, seperti berbagai
bentuk dan jenis keris, kitab al-quran, cis, skin dan sebagainya. Yang dianggap
sebagai peninggalan sunan godog, melalui upacara ngalungsur.
Ngalungsur atau
turun zimat memiliki makna dan maksud bahwa benda-benda pusaka peninggalan
sunan godog itu sudah waktunya dikeluarkan dari dalam kandaga (peti) yang
disimpan dibagian atas sebuah ruangan dekat kandaga, serta mengeluarkan
benda-benda tersebut. Kandaga diturunkan, kemudian dibuka bagian penutupnya dan
dikeluarkan satu persatu. Masing-masing benda pusaka untuk dimandikan dengan
menggunakan air, dan dicampuri minyak wangi khusus pula dan berbagai macam
kembang/bunga. Biasanya seorang juru kunci (kuncen) dipercayakan oleh 40 orang
lebih anggota ikatan juru kunci (IKCI) Makam keramat godog dan diberi wewenang
mengurus serta memandikan benda.
Biasanya
seorang juru kunci dipercayakan oleh 40 orang lebih anggota ikatan juru kuncu
(IKCI) makam keramat godong dan diberi wewenang mengurus serta memandikan
benda-benda pusaka pada upacara ngalungsur itu. Sebelum dilakukan ngalungsur
atau turun zimat diadakan dulu serimonial upacara yang dihadiri aparat
pemerintah. Mulai camat hingga pejabat dari tingkat kabupaten, serta sejumlah
anggota masyarakat luas yang sengaja datang, hendak menyaksikan upacara itu,
disamping berziarah pada acara ini biasanya berisi sambutan baik dari pejabat
pemerintah, maupun dari juru kunci sendiri. Demikian upacara ngalungsur atau
turun zimat setiap satu tahun sekali dilaksanakan oleh masyarakat. Masyarakat
desa lebak agung kecamatan karangpawitan dan sekitarnya hingga sekarang masih
meyakini bahwa benda-benda pusaka itu adalah peninggalan sunan godog alias
prabu keyan santang, yang harus dijaga, dipelihara dan dilestarikan.
Upacara Seba |
Upacara seba
adalah suatu pengabdian kepada seseorang yang berkedudukan tinggi dengan
disertai penyerahan suatu yang baik. Adapun penyerahan itu ditujukan kepada
arwah-arwah leluhur, yaitu arwah prabu siliwangi dan kian santang, karena kedua
tokoh tersebut mempunyai ilmu dan kesaktian yang tinggi, maka benda-benda
peningalannya merupakan benda pusaka yang mempunyai kekuatan gaib yang bertuah.
Upacara tradisional seba jatuh pada setiap hari rabu minggu ke 3 bulan muharam,
pada malam kamis jam 19.30 atau bada isya di situs kabuyutan ciburuy.
Upacara 14
Mulud
Upacara 14 Mulud adalah upacara memperingati lahirnya kampung adat
dukuh. Jadi tata cara yang diikuti upacara 14 Mulud adalah : sesudah sholat
isya jam 8.00 malam, semua yang mau ikut upacara 14 Mulud kumpul di rumah
kuncen mendengarkan dari halaman rumah kuncen. Kuncen menjelaskan wejangan atau
penjelasan-penjelasan tentang hal kampung adat dukuh, sejarah dukuh dan sejarah
yang berupa tulisan (sejarah yang ditulis) atau sejarah yang tidak ditulis
disebut sejarah Maneling. Selain penjelasan-penjelasan sejarah juga dijelaskan
bagaimana pelaksanaan upacara adat tanggal 14 Mulud.
Wasiat
Sesudah wejangan yang diberikan oleh kuncen selesai, dilanjutkan ke acara
wasiat yang disampaikan oleh seseuh adat dukuh yang dianggap paling sepuh, yang
pada waktu ini dilaksanakan oleh Ibu Iyah Mariyah. Cara – cara pelaksanaan : Ibu Iyah keluar dari rumah kuncen, digandeng
oleh dua tokoh adat, empat pemuda dengan membawa tongkat. Tongkat ini khusus
dibuat dari kayu sulangkar. Ibu Iyah duduk dihalaman rumah yang sudah dialasi
oleh tikar. Dua tokoh yang menggandeng tadi duduk disebelah kiri dan kanan Ibu
Iyah, serta pemuda yang beremapat berdiri diatas tanah didepan halaman yang
diduduki oleh Ibu Iyah. Seterusnya Ibu Iyah memberikan wasiat yang berupa
bahasa isyarat serta menjelaskan tentang hal kejadian zaman, dan tidak lewat
juga kejadian yang akan datang. Selesai wasiat Ibu Iyah meninggalkna halaman
rumah balik ke rumahnya diikuti oleh yang menggandeng tadi.
Pelaksanaaan Adus ( Mandi Berkah )
Sesudah selesai wasiat, semua yang hadir dirumah kuncen atau yang diluar
menyerahkan kele yang diterima oleh wakil kuncen (Lawang), seterusnya oleh
wakil kuncen semua kele disimpan dibelakang rumah Alit (rumah panggung)
disampirkan di pagar. Semua yang mau ikut upacara 14 Mulud ini berangkat menuju
ke jamban (pancuran suci) untuk melaksanakan Adus (mandi berkah). Yang mandi
dibagi tiga sampai empat orang, sebab yang akan melaksanakan mandi sangat
banyak. Mandi besar dipimpin oleh wakil kuncen, yaitu oleh Ki Oman dan Ki Korib
yang ditugaskan menjadi wakil kuncen waktu ini. Pelaksanaan mandi besar
diisaratkan oleh wakil kuncen yang duduk diatas pancuran sambil mengatur
mengalirnya air. Pertama – tama wakil kuncen berdoa memberi tanda atau isyarat
dengan ucapan : cuur keluar air banyak dari lubang air lalu ditampung oleh yang
ada didalam kamar mandi juga langsung diguyurkan ke seluruh badan. Setelah
selesai yang ini diteruskan lagi pada yang lainnya yang sudah antri atau
menunggu diluar kamar mandi. Begitu dan begitu terus pelaksanaan mandi itu.
Wakil kuncen berdiri memimpin mandi hingga kurang lebih sampai jam tiga subuh.
Ngabungbang
Yang sudah beres mandi dari kamar kamar mandi lalu pulang
lagi, ada juga yang masuk lagi kerumah kuncen dan ada juga yang diam diteras
rumah kuncen, menunggu acara ngabungbang. Acara ngabungbang dimulai,
wakil-wakil kuncen mengisi kele-kele (alat-alat) yang disimpan dibelakang rumah
kecil, lalu sebelum di isi air, air itu diberi doa dahulu, setelah selesai di
isi semua kele lalu dimasukan ke rumah kecil. Kuncen dan wakil kuncen masuk ke
rumah kecil sambil membawa peralatan pusaka adat kampung dukuh. Yang masuk
kerumah kecil hanya kuncen dan wakil kuncen saja, yang lainnya tidak boleh
masuk. Kuncen memberikan doa kesemua air yang ada. Setelah berdoa lalu
membersihkan alat pusaka yaitu keris pusaka yang disebut silember dan keris
lainnya. Selama kuncen dan wakil kuncen melaksanakan acara didalam rumah kecil,
yang ada dirumah kuncen memukul terebang sambil membaca sholawat, yang diluar
juga ikut membaca sholawat. Namun ada juga yang diluar diantaranya khusus yang
belajar ilmu dan juga yang mematangkan ilmu, ada juga diantaranya sesepuh adat
kampung dukuh yang diberi ilmu oleh wakil-wakil kuncen setelah beres acara
didalam rumah kecil. Setelah selesai acara didalam rumah kecil, semua kele
dikeluarkan lagi lalu disandarkan ke pagar. Ada yang diambil kembali oleh yang
punya yang sudah menunggu diluar pagar rumah kecil, dan ada juga yang diambil
pagi-pagi. Upacara Ngabungbang selesai semuanya pergi ke mesjid jami. Kuncen
keluar dari rumah kecil lalu ke mesjid untuk melaksanakan shalat subuh dengan
berjamaah. Pagi – pagi para tamu berkumpul lagi dirumah kuncen, ada yang mau
pamitan pulang ke desanya ada juga yang bilang akan tidur lagi dikampung dukuh,
maksudnya akan pergi berziarah pada hari sabtu.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !